Senin, 02 Maret 2009

TERASI


Bersantap dengan menu khas Sunda, tanpa sambal terasi? Wah, kurang lengkap itu. Tanpa sambal terasi, maka nasi putih hangat, ikan bakar, dan lalapan yang terhidang di meja makan, tak akan terasa nikmat.
Sepintas, terasi tampak sepele. Walau begitu kehadirannya sangat berarti. Banyak orang menggemarinya. Tak cuma pada sambal, terasi juga menjadi bahan penyedap berbagai jenis masakan, dari nasi goreng sampai sayur asam.
Sebagai penyedap masakan, terasi merupakan warisan yang secara turun-temurun diproduksi masyarakat nelayan di Indonesia. Saat ini, terasi masih diproduksi secara tradisional. Beberapa daerah yang terkenal sebagai penghasil terasi adalah Bagansiapi-api. Namun, tak sedikit kota di Pulau Jawa yang dikenal sebagai sentra industri rumah tangga terasi. Sebut saja misalnya, Sidoarjo, Rembang, Indramayu, Cirebon, serta Pati.

Tiga jenis terasi
Ada beberapa jenis terasi. Bila dilihat dari bahan dasar yang digunakan, terdapat tiga macam terasi. Ada terasi udang, ikan, dan terasi campuran antara ikan dan udang. Masyarakat sendiri tampaknya lebih menyukai terasi udang, karena aromanya lebih sedap dan rasanya lebih lezat. Terasi memang bukan bahan pangan utama seperti ikan atau daging. Ia hanya sejenis bumbu atau bahan penyedap rasa. Sebagai bahan penyedap rasa atau penambah selera makan, terasi tidak banyak memiliki kandungan gizi. Soalnya, terasi itu bukan sumber gizi dan hanya bahan tambahan. Selain itu, penggunaannya dalam masakan juga tidak terlalu banyak.
Selain itu, jika dilihat dari derajat keasaman (pH), maka terasi bukanlah bahan yang terlalu aman untuk dikonsumsi. Sebab, derajat keasaman yang dikandung terasi lebih dari 5. Untungnya, kandungan air bebas atau air tidak terikat dalam terasi sangat rendah, yakni 0,6. Dengan begitu, terasi tidak mudah ditumbuhi kuman atau mikroba patogen. Biasanya, kuman patogen mudah tumbuh subur dalam bahan yang mengandung air bebas di atas 0,9.
Hal lain yang perlu di perhatikan berkait dengan terasi adalah mutunya. Kualitas terasi yang beredar di pasaran sangat tergantung pada mutu bahan baku, cara pengolahan, dan pengemasan produk. Terasi yang berkualitas baik, salah satunya bisa ditandai oleh warnanya, yaitu berwarna gelap atau hitam kecokelatan. Warna hitam pada terasi adalah alami. Warna itu berasal dari pigmen ikan atau udang. Selain pigmen heme, pada ikan maupun udang juga mengandung karotenoid, yaitu sekelompok pigmen yang memberikan warna kuning, jingga, atau merah. Tunaxantin merupakan pigmen ikan laut yang karakteristik, sedangkan astaxantin merupakan pigmen terpenting yang terdapat pada udang.

Warna terasi yang kehitaman juga sering disebabkan oleh adanya penambahan gula merah (aren). Penambahan gula merah dilakukan pada pembuatan terasi di berbagai daerah. Penambahan gula merah tersebut menyebabkan terjadinya reaksi Maillard (reaksi pencokelatan), yaitu antara gugus amino dari protein dengan gugus karboksil gula pereduksi dari gula merah.
Agar terasi menjadi lebih menarik, sering ditambahkan bahan pewarna dari luar. Pewarna alami yang paling umum dipakai adalah pewarna merah yang berasal dari angkak, yakni produk dari beras yang difermentasi dengan Monascus purpureus.
masyarakat hendaknya menghindari terasi yang berwarna merah. Sebab, warna merah itu berasal dari bahan pewarna rhodamin B yang biasa digunakan untuk tekstil. Tambahan pewarna rhodamin B akan membuat terasi tampak sangat merah dari luar, bahkan warna merah itu menembus hingga ke dalam.
Rhodamin B sendiri, karena berbahaya untuk kesehatan, telah dilarang penggunaannya sejak 1978. Penelitian menunjukkan, penggunaan rhodamin B yang terus-menerus bisa menyebabkan munculnya penyakit kanker hati, ginjal, dan kandung kemih.

Pada umumnya terasi yang enak dibuat dari udang-udang kecil (Atya sp) yang berwarna putih kelabu dengan sirip kemerah-merahan (biasa disebut rebon). Namun, karena rebon tidak dapat diperoleh sepanjang tahun (musim), terasi lebih sering dibuat dari ikan. Terasi ikan sering dibuat dari ikan-ikan kecil seperti teri (Stolephorus spp.) dan sisa-sisa pengolahan udang berukuran besar (Penaidae) , yang kurang laku dijual segar atau kurang baik untuk dibuat ikan asin.. Sedangkan bahan tambahan pokok dalam pengolahannya adalah garam dapur (NaCl).

Dikenal di Luar

Pembuatan terasi di Pulau Jawa umumnya menggunakan bibit terasi yang berasal dari daerah Bagansiapi-api. Pembuatan terasi menggunakan bibit terasi dilakukan dengan mencampurkannya ke dalam bahan baku yang digunakan. Campuran tersebut digiling, dihancurkan, dicetak, dijemur, dibungkus, lalu dipasarkan. Kadang-kadang ditambah rempah-rempah atau bumbu untuk menambah cita rasa produk yang dihasilkan.

Perbandingan antara bibit terasi dan bahan campuran lain sangat bervariasi tergantung pada mutu terasi yang diinginkan. Makin banyak bibit yang digunakan, makin baik mutu terasi yang dihasilkan. Produk semacam terasi juga dikenal di negara-negara lain dengan sebutan yang berbeda, seperti belachan (Malaysia), kapi (Thailand), bagoong atau alanang (Filipina), prahoc atau mom tom (Kamboja), padec (Laos), mam-ton (Vietnam), ngapi (Birma), dan gyoniso (Jepang). Proses pembuatan di setiap negara sangat bervariasi, tetapi pada dasarnya sama, yaitu penggaraman dan fermentasi.

Hasil Proses Fermentasi
Manfaat utama terasi adalah sebagai komponen bumbu, yaitu untuk membuat sambal dan bumbu masak lainnya. Terasi digunakan terutama karena baunya yang tajam dan khas.

Mutu terasi sangat dipengaruhi oleh mutu bahan baku, cara pengolahan, dan penanganan produk akhir. Selama fermentasi, protein akan terhidrolisis menjadi turunannya oleh enzim proteolitik yang terdapat dalam daging atau jeroan ikan atau oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Penggunaan jeroan ikan menjadi penting dalam pembuatan terasi. Sebab, enzim yang dihasilkannya dapat memecah protein lebih baik, dibandingkan dengan enzim yang terdapat pada bagian dagingnya. Oleh karena itu, sebaiknya ikan yang akan digunakan dalam pembuatan terasi adalah ikan utuh (dengan jeroannya). Jenis mikroba yang tumbuh selama fermentasi akan sangat mempengaruhi mutu terasi yang dihasilkan. Bakteri terutama berperan dalam pembentukan cita rasa dan aroma terasi yang khas. Selama proses pembuatan terasi, muncul bau asam yang berasal dari asam laktat. Tidak mengherankan bila pada terasi terkandung senyawa bermanfaat seperti laktobasilin. Sejauh ini, mikroba yang berperan dalam proses fermentasi pada terasi belum diketahui dengan jelas. Akan tetapi Jenis bakteri laktat yang terlibat langsung pada pembuatan makanan dan minuman fermentasi adalah Lactobacillus acidophilus, L fermentum, L casei, dan L lactis.

BAKTERI laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. Bakteri ini juga menempel pada jasad hidup lain seperti tanaman, hewan, serta manusia.
Pada manusia, sejumlah bakteri laktat ditemukan di usus, aliran darah, paru-paru, serta mulut. Pada vagina yang merupakan organ reproduksi wanita, tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lactobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis, L casei, L leichmannii, L lactis, L salivarius, dan L cellobiosus.
Asam laktat yang dihasilkan bakteri laktat dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi bakteri laktat terhadap sayuran, daging, dan ikan, bakteri laktat tidak hanya menghasilkan asam laktat dan laktobasilin. Dihasilkan pula senyawa tertentu yang dapat meningkatkan nilai organoleptik makanan dan minuman, termasuk rasa dan bau yang mengundang selera serta memperbaiki penampilan.
Bahkan sejak awal 1960-an telah dibuktikan oleh tim peneliti di lingkungan Laboratorium Mikrobiologi ITB bahwa selama pembuatan terasi ikan diproduksi sejumlah vitamin, khususnya B-12. Dengan demikian, memakan terasi-walau dalam jumlah terbatas melalui sambal maupun sayur asam- menjadi sumber asupan vitamin B-12.
Penelitian juga menunjukkan, laktobasilin yang dihasilkan asam laktat membuat bakteri fekal tidak aktif. Seperti diketahui, proses pembentukan kolesterol dan karsinogen (senyawa pemicu tumor) dimulai dari lemak yang akan berubah menjadi asam empedu yang kemudian menjadi sederet enzim, seperti azoreduktase, nitroreduktase, dan glukonireduktase. Enzim-enzim tersebut akan mengubah prokarsinogen menjadi karsinogen, yang antara lain memicu kanker usus, payudara, prostat, dan pankreas.
Proses pembentukan asam empedu dari lemak dirangsang oleh bakteri fekal atau bakteri coli yang berasal dari tinja atau feses. Tetapi dengan adanya laktobasilin, maka bakteri fekal menjadi tidak aktif sehingga proses perubahan lemak menjadi asam empedu juga terhenti.
Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). Namun, senyawa ini sudah diketahui perannya dalam menghambat pembentukan kolesterol. Seperti diketahui, pembentukan kolesterol darah dimulai dari asetil Co-A yang berubah menjadi aseto-asetil Co-A. Ini seterusnya menjadi NADH yang berubah menjadi asam nevalonat dan NAD. Berikutnya setelah berubah menjadi isopentil pirofosfat, squalen, akhirnya menjadi kolesterol.
NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol juga terhambat.
Karena itu bisa dikatakan kalau kehadiran makanan dan minuman yang diasamkan secara alami dengan fermentasi bakteri laktat, bisa membantu pengonsumsinya mencegah munculnya kolesterol dan kanker.
Hasil penguraian protein bisa berupa pepton, peptida, dan asam-asam amino. Proses fermentasi juga menghasilkan amonia, yang mengakibatkan terasi mentah mempunyai aroma yang kurang sedap. Asam amino esensial tertinggi pada terasi adalah leusin, sedangkan yang nonesensial adalah asam amino glutamat. Tingginya kadar asam glutamat tersebutlah yang membuat terasi enak digunakan sebagai komponen bumbu. Terasi bahkan dapat digunakan sebagai pengganti penyedap rasa yang berupa monosodium glutamat (vetsin).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeraman atau proses fermentasi ikan untuk terasi dapat menghasilkan aroma yang khas. Komponen aroma tersebut adalah senyawa yang mudah menguap, yang terdiri dari 16 macam senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil, 7 macam lemak, 34 macam senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, serta 10 macam senyawa lainnya.

Senyawa-senyawa tersebut antara lain menghasilkan bau amonia, asam, busuk, gurih, dan bau-bau khas lainnya. Adanya campuran komponen bau yang berbeda dengan jumlah yang berbeda akan menyebabkan terasi mempunyai bau atau aroma khas, menurut daerah asal dan proses pembuatannya


Proses Pembuatan
Sebagai bahan tambahan penyedap makanan (krupuk, sambal, bumbu soup/sayur) terasi telah diproduksi, dikenal dan digemari hampir di seluruh Indonesia. Produk akhir terasi yang dipasarkan umumnya berbentuk pasta, baunya menyengat, liat lengket, harus dimasak (dibakar, digoreng/ dikukus) terlebih dahulu, sehingga cukup menyulitkan dalam penyimpanan dan penggunaannya. Bahan baku yang umum digunakan adalah jenis udang berukuran kecil atau rebon (Atya spp.), selain itu juga jenis ikan lainnya seperti teri (Stolephorus spp.) dan sisa-sisa pengolahan udang berukuran besar (Penaidae). Sedangkan bahan tambahan pokok dalam pengolahannya
adalah garam dapur (NaCl). Teknik-fisik proses pengolahan terasi pasta mencakup pencampuran (pelumatan) adonan bahan terasi, pemeraman (fermentasi), penggilingan/ penumbukan, penjemuran dan pembentukan. Pengolahan ini telah disempurnakan dengan introduksi teknik pemanggangan/pengeringan, penggilingan (penghalusan) dan pengemasan sebagai proses lanjutan dan dihasilkan terasi bubuk masak dalam kemasan 100 g yang aromanya lebih diterima, siap dan mudah digunakan serta mudah disimpan.

II. BAHAN DAN PERALATAN
Bahan :
1. Rebon basah ……... 100 kg
2. Garam dapur (NaCl) 20 kg
3. Air tawar secukupnya
Peralatan :
1.Ember plastik ukuran 30 l
2.Pengaduk dari kayu 1 bh
3.Keranjang plastik 2 bh a 50 l
4.Lumpang + penumbuk 1 bh
5.Gilingan daging 3 kg 1 bh
6. Oven 1 bh
4.Pengemas berupa gelas
bertutup dari bahan plastik
(food grade) ukuran100 g.
7.Para-para dari waring
(0.5 x 0.75 m) 20 bh
8.Karung plastik 50 kg 2 bh
9.Pengepres ulir 1 bh
10. Grinder 1 bh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar